Thursday, 14 May 2015

PPh Pasal 22



BAB 1
PEMBAHASAN MATERI

A. Pengertian PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan pasal 22 ini merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pusat ataupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkaitan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu, baik badan pemerintah  maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Tujuan pengenaan PPh pasal 22 ini adalah untuk menjaring pajak penghasilan, untuk memperluas daya jangkau dari kebijaksanaan pajak penghasilan, untuk mencegah atau mengurangi keinginan wajib pajak untuk melakukan manipulasi atas nilai peredaran usaha, yang pada akhirnya akan mendorong wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban pajaknya dengan baik.
Dasar Hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan, selanjutnya diikuti dengan Keputusan Menteri Keuangan, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 236/KMK.03/2003 sebagai Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001. Keputusan Menteri Keuangan terakhir ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 2 Januari 2003.
Pajak penghasilan pasal 22 ini dibedakan berdasarkan jenis kegiatan (Subyek) yang dilakukannya. Kegiatan-kegiatan yang dikenakan pajak penghasilan pasal 22 tersebut adalah :
1.      Kegiatan impor barang
2.      Pembelian barang yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara / Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
3.      Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang untuk badan usaha uang bergerak dibidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, untuk Pertamina dan badan usaha lain selain Pertamina yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, untuk Badan Urusan Logistik atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu kepada para penyalur dan / atau agennya.

B. Objek dan Pemungut PPh Pasal 22
Berikut merupakan objek dan pemungut PPH Pasal 22, antara lain :
No.
Objek
Pemungut
1
Pembelian Barang oleh Bendaharawan Pemerintah dan DJA ( Direktorat Jenderal Anggaran )
Pihak yang membayar / membeli:
-          Bendaharawan Pemerintah
-          DJA
2
Pembelian barang oleh BUMN/BUMD yang bersumber dari dana APBN dan/atau APBD
BUMN/BUMD
3
Pembelian barang oleh badan tertentu yang bersumber dari dana APBN maupun non APBN
Badan tertentu
4
Impor Barang :
-          Dilakukan oleh importer yang memiliki API
-          Dilakukan oleh importer yang tidak memiliki API
-          Yang tidak dikuasai ( lelang)
-          Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ( DJBC )
-          Bank Devisa
5
Pembelian bahan untuk industri tertentu atau eksportir dari pedagang pengumpul
Industri tertentu yang bergerak di bidang pertanian, perkebunan dan perikanan
6
Penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
Produsen atau importer bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
7

Penjualan barang yang tergolong mewah

Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan tersebut
8
Penjualan hasil industry tertentu :
-          Kertas
-          Baja
-          Otomotif
-          Semen
-          Rokok
Industri tertentu yang menjual

C. Identifikasi Pajak Penghasilan dan Cara Menghitung PPh Pasal 22
            Berikut di uraikan identifikasi Pajak Penghasilan Pasal 22 beserta dengan cara menghitung pajak penghasilan tersebut beserta tarif yang digunakannya :

1.     PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 IMPOR
Dalam aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi  (perorangan atau badan usaha), karena satu dan lain hal, untuk memenuhi kebutuhan barang baik itu bahan baku maupun barang jadi sering kali harus mendatangkan barang tersebut dari luar negeri (impor). Impor menurut pengertian Undang-undang pajak adalah kegiatan memasukan barang dari luar wilayah pabean Indonesia (luar negeri) ke dalam wilayah pabean Indonesia. Atas kegiatan impor ini, maka kepada wajib pajak dikenakan pemotongan seperti yang diatur pada pasal 22 Undang-undang Pajak No.10 tahun 1994.
1.1  Obyek Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor
            Obyek pajak penghasilan pasal 22 impor adalah Impor Barang.
1.2    Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor
UU No 10 tahun 1994 memberi wewenang kepada Menteri Keuangan untuk mengatur siapa saja yang diberi wewenang untuk memungut pajak penghasilan pasal 22 Impor ini. Menurut Pasal 1 huruf a Keputusan Menteri Keuangan Nomor 599/KMK.04/1994, pemungutan pajak penghasilan pasal 22 Undang-undang No 10 tahun 1994 adalah Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


1.3    Dasar Pemungutan/Perhitungan Impor
Wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 22 adalah importir yaitu para pengusaha yang dalam usahanya memasukan barang-barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia. Dasar pemungutan atau perhitungannya adalah Nilai Impor Barang dan Harga Jual Lelang. Yang dimaksud dengan Nilai Impor yakni nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor.

1.4    Yang Dikecualikan Dari Pemungutan Impor
Pasal 3 ayat 1 KMK No 599 di atas menyebutkan pengecualian pemungutan pajak penghasilan pasal  22 ini yaitu :
a.       Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang pajak penghasilan.
b.      Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) :
·         Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; (dengan syarat ada Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak).
·         Barang untuk keperluan Badan Internasional yang diakui dan terdaftar pada pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia.
·         Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan.
·         Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum, dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
·         Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, dilakukan secara otomatis tanpa SKB.
·         Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya, dinyatakan dengan SKB PPh pasal 22 oleh DJP.
·         Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah, dilakukan secara otomatis tanpa SKB.
·         Barang pindahan, dilakukan otomatis tanpa SKB.
·         Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, barang kiriman sampai dengan batas nilai/jumlah tertentu sesuai dengan peraturan kepabeanan.
·         Barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum.
·         Persenjataan, amunisi dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara.
·         Barang dan bahan yang digunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara.
·         Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN).
·         Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
·         Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyebrangan, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keamanan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan dipergunakan perusahaan pelayaran niaga nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional.
·         Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan dipergunakan oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional.
·         Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan dipergunakan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
·         Peralatan yang dipergunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
c.       Dalam hal impor barang sementara jika pada waktu impornya dimaksudkan untuk diekspor kembali. Contohnya adalah barang pameran, setelah pameran selesai maka barang-barang pameran tersebut harus dieskpor kembali.
d.      Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah dieskpor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor karena membutuhkan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

1.5    Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor
Besarnya tarif pungutan pajak penghasilan pasal 22 sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 1 huruf a Keputusan Menteri Keuangan no 599 tersebut adalah :
1.      2,5 % dari Nilai Impor Jika Impor menggunakan Angka Pengenal Impor (API)
PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Impor
 


Catatan :                                                                    
Nilai Impor = Nilai CIF (Cost + Insurance + Freight) + Bea Masuk          

Contoh :
PT. Sari Masa adalah importir alat-alat elektronik dari Jepang yang telah memiliki API. Pada awal bulan ini telah memasukkan barang dengan cost US$ 35.000; biaya angkut kapal ke pelabuhan tujuan adalah US$ 2.500 dan premi asuransi yang dibayar adalah US$ 500. Bea Masuk yang di bayar Rp.1.250.000,00 dan pungutan pabean lainnya Rp.500.000,00. Kurs yang berlaku US$1 = Rp.2.000,00

Pajak yang dipungut oleh Dirjen Bea Cukai dihitung sebagai berikut :
Harga Impor                : 35.000 x Rp.2.000,00            =  Rp.70.000.000,00
Biaya Angkut               :   2.500 x Rp.2.000,00            =  Rp.  5.000.000,00
Asuransi                      :      500 x Rp.2.000,00            =  Rp.  1.000.000,00
Bea masuk dan lain-lain          :                                   =  Rp.  1.750.000,00
Nilai Impor                                                      =  Rp.77.750.000,00
PPh pasal 22 sebesar 2,5% x Rp.77.750.000,00          =  Rp.  1.943.750,00
 









2.     
PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Impor
 7,5% dari nilai Impor jika Impor tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API)

Contoh  :
Berdasarkan contoh di atas, bila PT. Sari Masa belum mempunyai API, maka PPh yang dipungut ditjen Bea Cukai adalah :
PPh impor :  7,5 % x Rp. 77.750.000,00                     = Rp.5.831.250,00
 


3. Yang  tidak  di  kuasai,  tarif  pemungutannya  sebesar   7,5%   dari
PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang
                harga Jual Lelang

           
4. Impor Kedelai, Gandum, dan Tepung Terigu oleh Importir yang
    menggunakan API (Tidak memiliki API, tidak dapat impor)
PPh Pasal 22 = 0,5% x Dari Nilai Impor
 



1.6    Sifat Pemungutan
Sifat pengumungutan PPh pasal 22 Impor yang dilakukan oleh Ditjen Bea & Cukai dan Bank Devisi ini adalah tidak bersifat final artinya PPh yang dipungut tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak atas pajak yang terutang pada akhir tahun.

1.7    Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22 Impor
Atas impor barang yang dilakukan importir saat terutangnya dan pelunasannya dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Jika Bea Masuk ditunda atau dibebaskan pembayarannya, maka Pajak Penghasilan pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD).
1.8 Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor
            Pemungutan PPh Pasal 22  ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.    Pelunasan PPh pasal 22 yang disetor oleh importir ke Bank Devisa, dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai bukti pungutan pajak.
2.    PPh pasal 22 Impor ini dipungut dan disetor secara kolektif dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai jika Impor dilakukan tanpa menggunakan Laporan Kebenaran Pemeriksaaan.
Bukti Pemungutan harus dibuat oleh Ditjen Bea dan Cukai dalam rangkap tiga yang terdiri dari :
·      Lembar pertama untuk pembeli.
·      Lembar kedua untuk Ditjen Pajak sebagai lampiran laporan bulanan.
·      Lembar ketiga untuk arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan Pajak Penghasilan pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke kantor Pos dan Giro atau Bank-bank persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut secara mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh pasal 22.

2. PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BENDAHARAWAN (Pembelian Barang Yang Dibiayai dengan APBN/APBD)
            Setiap aktivitas penjualan atau penyerahan barang kepada suatu instansi pemerintah, BUMN atau BUMD dikenakan pengumungutan PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan. Bagi pemasok, besarnya pungutan yang dilakukan oleh Bendaharawan tersebut merupakan kredit pajak yang dapat dikurangkan terhadap pajak penghasilan yang terulang.

2.1  Obyek Pajak Penghasilan Pasal 22 Bendaharawan
Obyek Pajak penghasilan pasal 22 Bendaharawan ini adalah penjualan hasil produksi atau penyerahan barang.

2.2 Pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan
       Menurut pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 599/KMK.04/1994, pemungutan pajak penghasilan pasal 22 Bendaharawan menurut Undang-undang No 10 tahun 1994 adalah Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara atau belanja daerah.

2.3  Dikecualikan Dari Pemungutan PPh Pasal 22
       Pajak Penghasilan pasal 22 bendaharawan ini tidak dikenakan atas kegiatan :
1.  Pembayaran atas penyerahan barang  (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp.1.000.000,00.
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos dan telepon.
3.Pembayaran/pencairan dana Jaringan Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.

2.4  Dasar Pemungutan/Penghitungan
       Dasar pemungutan dan penghitungan pajak penghasilan pasal 22 ini adalah harga pembelian barang. Yang dimaksud dengan harga pembelian ini adalah jumlah harga faktur.


2.5 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 Bendaharawan
       Tarif pemungutan pajak penghasilan pasal 22 ini adalah 1,5% dari harga penyerahan atau pembelian barang.
PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Pembelian
 


       Untuk menghindari pengenaan pajak berganda, bila dalam harga barang atau jasa tersebut terkandung/termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan Barang Mewah, maka nilai PPN atau PPnBM tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu.
Contoh :
PT.Swaradia melakukan penyerahan barang kena pajak kepada Departemen Pekerjaan Umum sejumlah Rp. 1.430.000.000,00 yang pembayarannya melalui Kantor Perbendaharaan Negara.
1. Jika harga barang tersebut tidak termasuk PPN maupun PPnBM maka   besarnya PPh pasal 22 Bendaharawan yang dipotong dari nilai barang adalah :
Harga barang yang diserahkan                         =   Rp. 1.430.000.000,00
PPh 22 = 1,5% x Rp. 1.430.000.000,00                      =   Rp.      21.450.000,00
Jumlah uang yang diterima PT.Swaradia                      =   Rp. 1.408.550.000,00
 





2. Jika pada contoh di atas harga barang termasuk PPN sebesar 10%, maka uang yang diterima PT Sawaradia adalah :
Harga barang yang diserahkan                         =   Rp. 1.430.000.000,00
PPN 10/110 x Rp 1.430.000.000,00                =   Rp.    130.000.000,00
Harga barang tidak termasuk PPN                    =   Rp. 1.300.000.000,00
PPh 22 – 1,5% x Rp. 1.300.000.000,00                      =   Rp.      19.500.000,00

Uang yang diterima PT Swaradia adalah1        =   Rp. 1.280.500.000,00
 







                                                                                                         

3. Jika pada contoh di atas harga barang termasuk PPN sebesar 10% dan PPnBM dengan tarif 20%, maka uang yang diterima PT.Swaradia adalah :
Harga barang yang diserahkan                         =   Rp. 1.430.000.000,00
PPN 10/130 x Rp 1.430.000.000,00                =   Rp.    110.000.000,00
Harga barang tidak termasuk PPN                    =   Rp. 1.320.000.000,00
PPnBM 20/130 x Rp 1.430.000.000,00                       =   Rp.    220.000.000,00

Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM            =   Rp. 1.100.000.000,00
PPh 22 – 1,5% x Rp. 1.100.000.000,00                      =   Rp.      16.500.000,00

Uang yang diterima PT Swaradia adalah                      =   Rp. 1.083.500.000,00
 









2.6  Sifat Pemungutan
       Sifat pemungutan PPh pasal 22 Bendaharawan atas pembayaran untuk pembelian barang dari belanja negara dan/atau belanja daerah oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah ini adalah tidak bersifat Final, artinya dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak uang terutang pada akhir tahun.

2.7 Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan
       PPh pasal 22 Bendaharawan ini terutang pada saat dilakukannya pembayaran atau penyerahan barang  yang dibeli oleh Dirjen Anggaran Bendaharawan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang dibayar dari belanja negara dan/atau belanja daerah.

2.8 Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan
Pemungutan pajak PPh pasal 22 Bendahawan yang terdiri dari Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah, baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah, harus menyetorkan hasil pemungutan Pajak Penghasilan pasal 22 berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belaja negara/belanja daerah, ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan, yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Hasil pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 tersebut, harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

3. PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL PRODUKSI
            Berikut Ini di Uraikan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas masing-masing kegiatan tertentu yang berhuhubungan dengan Penjualan Hasil Produksi.

3.1  PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Otomotif di Dalam Negeri
Besarnya PPh pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 22 = 0,45% x DPP PPN
 


Penjualan kendaraan bermotor yang dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 atas industri otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada :
1. Instansi Pemerintah
2. Korps Diplomatik
3. Bukan Subjek Pajak, yaitu :
·         Badan perwakilan negara asing
·         Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
·         Organisasi-organisasi Internasional dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
·         Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

3.2 PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Rokok  Dalam Negeri
       Besarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat penjualan rokok di dalam negeri adalah 0,15% dari harga badrol (pita cukai), dan bersifat final.
PPh Pasal 22 (Final)  = 0,15% x Harga Bandrol
 


3.3 PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Kertas di Dalam Negeri
PPh Pasal 22  = 0,1% x DPP PPN
       Besarnya PPh pasal 22 yang wajib di pungut oleh industri kertas pada saat penjualan kertas di dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

PT Indah Paper dalam bulan Mei 2013 menjual beberapa jenis kertas hasil produksinya dengan total harga sebesar Rp.88.000.000,- kepada Penerbit Putra Jaya di Yogyakarta. Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
DPP PPN =       (100/110) x Rp.88.000.000,-  =  Rp. 80.000.000,-
PPh Pasal 22 = 0,1% x Rp.80.000.000,-         =  Rp.80.000,-
Jadi Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT. Indah Paper adalah Rp.80.000,-
Contoh :







3.4 PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen di Dalam Negeri
PPh Pasal 22  = 0,25% x DPP PPN
       Besarnya PPh pasal 22 yang wajib di pungut oleh industri semen pada saat penjualan semen di dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

       Yang dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 adalah penjualan semen dalam negeri oleh PT Indocement, PT Semen Cibinong, dam PT Semen Nusantara kepada distributor utama/tunggalnya.
PT Semen Biru dalam bulan Agustus 2012 menjual hasil produksinya dengan harga sebesar Rp.165.000.000,- kepada PT. Karya Utama di Jakarta. Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
DPP PPN =       (100/110) x Rp.165.000.000,-            =  Rp. 150.000.000,-
PPh Pasal 22 = 0,25% x Rp.150.000.000,-     = Rp.375.000,-
Jadi Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT Semen Biru adalah Rp.375.000,-
Contoh :





3.5 PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja di Dalam Negeri
PPh Pasal 22  = 0,3% x DPP PPN
       Besarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri baja pada saat penjualan hasil produksinya di dalam negeri adaah sebesar 0,3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

Contoh :
PT Baja Perkasa merupakan produsen baja, pada bulan Juli 2013 menjual hasil produksinya kepada PT. Adi Karya Senilai Rp.825.000.000,- (Termasuk PPN).
DPP PPN =       (100/110) x Rp.825.000.000,-            =  Rp. 750.000.000,-
PPh Pasal 22 = 0,3% x Rp.750.000.000,-       = Rp.2.250.000,-
Jadi Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT Baja Perkasa adalah Rp.2.250.000,-
 




4. Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pembelian Bahan Untuk Keperluan Industri atau Ekspor Oleh Industri yang Bergerak Dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan dari Pedagang Pengumpul
            Besarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh Industri atau Eksportir yang bergerak dalam sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak adalah sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
PPh Pasal 22  = 0,5% x Harga Pembelian
 


PT Dua Saudara merupakan perusahaan yang pengolah hasil pertanian. Pada bulan Juli 2013, membeli bahan-bahan untuk keperluan industri tersebut dari Petani sebagai pedagang pengumpul. Nilai pembelian sebesar Rp.326.000.000,-
Besarnya PPh Pasal 22 atas pembelian tersebut adalah :
PPh Pasal 22 = 0,5% x Rp.326.000.000,-                    = Rp.1.630.000,-
Contoh :






Atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog berupa :
a.       Gula pasir kepada :
o    Penyalur sebesar Rp 380,00/kuintal;
o    Grosir sebesar Rp 270,00/kuintal;
o    Pembeli lainnya sebesar Rp 650,00/kuintal
b.      Tepung terigu kepada :
o    Penyalur sebesar Rp 53,00/zak;
o    Grosir sebesar Rp 38,00/zak;
o    Pembeli lainnya sebesar Rp 91,00/zak
Catatan :
PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog bersifat final.
5. Pajak Penghasilan Pasal 22 Yang Dipungut Oleh Pertamina Dan Badan Usaha Selain Pertamina
            Besarnya PPh pasal 22 yang wajib di pungut oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas atas penjualan hasil produksinya adalah sebagai berikut :
PPh Pasal 22  = 0,3% x Penjualan
1. Atas penebusan Premium, Solar Premix/Super TT oleh SPBU Swastansi adalah 0,3% dari penjualan.

Contoh :
PT Penyalur Minyak Indonesia (PMI) membeli premium dari Pertamina. Dalam hal ini, PMI sebagai penyalur BBM (SPBU Swastanisasi) memiliki delivery order (DO) dari Pertamina dengan kuantitas sebanyak 10.000 liter @ Rp 1.600,-. Berapa PPh pasal 22 yang harus dilunasi oleh PT.PMI?
Penyelesaiannya :
PPh pasal 22 = 0,3% x 10.000 x 1.600 = Rp 48.000,-

 





PPh Pasal 22  = 0,25% x Penjualan
2. Atas penebusan Premium, Solar Premix/Super TT oleh SPBU Pertamina adalah 0,25% dari penjualan.

PPh Pasal 22  = 0,3% x Penjualan
3. Atas penjualan Minyak Tanah, Gas LPG, dan Pelumas adalah 0,3% dari penjualan.

Catatan :
Pemungutan PPh pasal 22 ini bersifat final atas penyerahan/penjualan hasil produksi kepada penyalur/agennya. Sedangkan penjualan kepada pembeli lainnya (misalnya pabrikan pemungutannya tidak bersifat final, sehingga PPh pasal 22-nya dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak).
6. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi,  Bidang Usaha Bahan Bakar, dan Badan Urusan Logistik
            Pemungutan pajak penghasilan pasal 22 atas penjualaan hasil produksi oleh Pertamina atau badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang usaha bahan bakar minyak jenis Premix dan penyerahan gula pasir, tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order).
            Pajak penghasilan pasal 22 yang dipungut dilunasi dengan disetor oleh pembeli atau penerima penyerahan barang ke Bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro.
            Sedangkan formulir-formulir yang digunakan untuk menyetor pajak penghasilan pasal 22 adalah :
·        Surat Setoran Pajak “Final”, yakni bentuk formulir Surat Setoran Pajak yang khusus digunakan untuk menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat Final oleh penyalur agen/dealer/grosir bahan bakar minyak, pelumas, gas LPG, Gula Pasir dan Tepung Terigu.
·        Surat Setoran Pajak “Umum” untuk menyetor pajak Penghasilan pasal 22 yang bersifat tidak final, yang dilakukan oleh pembeli bahan bakar minyak, pelumas, gas LPG, gula pasir, dan tepung terigu selain penyalur/agen/dealer/grosir.
Jika surat perintah pengeluaran barang belum diterbitkan, terlebih dahulu pembeli atau penerima penyerahan barang melunasi PPh pasal 22 dan menunjukan bukti setoran Pajak Pengahasilan Pasal 22 dan menunjukan bukti setoran Pajak Penghasilan Pasal 22 berupa SSP Final/Umum.
Untuk Bulog/Dolog, Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar jenis Premix yang ditunjuk sebagai pemungut pajak penghasilan pasal 22, diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, selambat-lambatnya dua puluh hari setelah masa pajak berakhir.


7. Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Penjualan Barang Mewah
PPh Pasal 22 = 5% x Penjualan
 

Selain tarif di atas, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 juga mengatur tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut PPh pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah yaitu wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah, diantaranya :
a.       Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 (Dua Puluh Miliar Rupiah)
b.      Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah)
c.       Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2
d.      Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan/atau bangunan lebih dari 400 m2
e.       Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan. Jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

D.   Batas Waktu Setor dan Pelaporan PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 yang telah dipungut dalam setiap hari kerja harus disetorkan pada hari kerja berikutnya.PPh Pasal 22 yang dipungut pada tanggal 31 Maret harus disetorkan pada hari itu juga. Penyetoran dilakukan kekantor kas Negara, seperti kantor pos dan giro, serta bank pemerintah yang ditunjuk menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Pada formulir SSP tersebut harus dicantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari pemungut pajak.
Jenis Pajak
Saat Penyetoran
Saat Pelaporan
Atas impor barang
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus disetor ke bank persepsi atau kantor pos dan giro dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan.
Paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
Atas pembelian barang dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara pemerintah baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah.
Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
Paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Atas pembelian barang dari BUMN dan BUMD, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dan belanja negara (APBN) atau belanja daerah (APBD).
Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
Paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Atas pembelian barang dari Bank Indonesia (BI), PT.Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), Perusahaan Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (TELKOM), PT. Perusahaan Tenaga Listerik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina, dan Bank – bank BUMN.
Paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya.
Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Atas penjualan hasil produksi dari badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif.
Paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya.
Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Atas penjualan hasil produksi produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas.
Sebelum surat perintah pengeluaran barang (delivery order) ditebus.
Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Atas pembelian bahan-bahan industri dan eksportir yang bergerak dalam sektorperhutanan, perkebunan, perikanan dan pertanian.
Paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya.
Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

1 comment:

  1. Kami dapat membantu Anda secara finansial jika Anda dapat membayar kami. Kita
    lembaga kredit swasta dan terakreditasi. Kami menerbitkan semua jenis pinjaman
    untuk semua pencari pinjaman - mulai dari $ 2.000 hingga $ 500.000.000,00 juta dikonversi ke email Korespondensi Korespondensi Anda (Jessicarojasloanfirm1998@hotmail.com)

    ReplyDelete