BAB
1
PEMBAHASAN
MATERI
A. Pengertian PPh Pasal 22
Pajak
Penghasilan pasal 22 ini merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah baik pusat ataupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkaitan dengan pembayaran atas penyerahan
barang dan badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Tujuan
pengenaan PPh pasal 22 ini adalah untuk menjaring pajak penghasilan, untuk
memperluas daya jangkau dari kebijaksanaan pajak penghasilan, untuk mencegah
atau mengurangi keinginan wajib pajak untuk melakukan manipulasi atas nilai
peredaran usaha, yang pada akhirnya akan mendorong wajib pajak untuk
melaksanakan kewajiban pajaknya dengan baik.
Dasar Hukum pengenaan
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan,
selanjutnya diikuti dengan Keputusan Menteri Keuangan, terakhir dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 236/KMK.03/2003 sebagai Perubahan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001. Keputusan Menteri Keuangan terakhir ini
berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak
tanggal 2 Januari 2003.
Pajak
penghasilan pasal 22 ini dibedakan berdasarkan jenis kegiatan (Subyek) yang
dilakukannya. Kegiatan-kegiatan yang dikenakan pajak penghasilan pasal 22
tersebut adalah :
1. Kegiatan
impor barang
2. Pembelian
barang yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara / Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
3. Atas
penjualan hasil produksi atau penyerahan barang untuk badan usaha uang bergerak
dibidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan
industri otomotif, untuk Pertamina dan badan usaha lain selain Pertamina yang
bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, untuk Badan Urusan
Logistik atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu kepada para penyalur dan
/ atau agennya.
B. Objek dan Pemungut PPh Pasal 22
Berikut
merupakan objek dan pemungut PPH Pasal 22, antara lain :
No.
|
Objek
|
Pemungut
|
1
|
Pembelian Barang oleh Bendaharawan Pemerintah dan
DJA ( Direktorat Jenderal Anggaran )
|
Pihak yang membayar / membeli:
-
Bendaharawan Pemerintah
-
DJA
|
2
|
Pembelian barang oleh BUMN/BUMD yang bersumber dari
dana APBN dan/atau APBD
|
BUMN/BUMD
|
3
|
Pembelian barang oleh badan tertentu yang bersumber
dari dana APBN maupun non APBN
|
Badan tertentu
|
4
|
Impor Barang :
-
Dilakukan oleh importer yang memiliki API
-
Dilakukan oleh importer yang tidak memiliki API
-
Yang tidak dikuasai ( lelang)
|
-
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ( DJBC )
-
Bank Devisa
|
5
|
Pembelian bahan untuk industri tertentu atau
eksportir dari pedagang pengumpul
|
Industri tertentu yang bergerak di bidang pertanian,
perkebunan dan perikanan
|
6
|
Penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
|
Produsen atau importer bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
|
7
|
Penjualan barang yang tergolong mewah
|
Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan tersebut
|
8
|
Penjualan hasil industry tertentu :
-
Kertas
-
Baja
-
Otomotif
-
Semen
-
Rokok
|
Industri tertentu yang menjual
|
C.
Identifikasi Pajak Penghasilan dan Cara Menghitung PPh Pasal 22
Berikut di
uraikan identifikasi Pajak Penghasilan Pasal 22 beserta dengan cara menghitung
pajak penghasilan tersebut beserta tarif yang digunakannya :
1.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 IMPOR
Dalam aktivitas ekonomi yang
dilakukan oleh pelaku ekonomi
(perorangan atau badan usaha), karena satu dan lain hal, untuk memenuhi
kebutuhan barang baik itu bahan baku maupun barang jadi sering kali harus
mendatangkan barang tersebut dari luar negeri (impor). Impor menurut pengertian
Undang-undang pajak adalah kegiatan memasukan barang dari luar wilayah pabean
Indonesia (luar negeri) ke dalam wilayah pabean Indonesia. Atas kegiatan impor
ini, maka kepada wajib pajak dikenakan pemotongan seperti yang diatur pada
pasal 22 Undang-undang Pajak No.10 tahun 1994.
1.1 Obyek Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor
Obyek pajak penghasilan pasal 22
impor adalah Impor Barang.
1.2
Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor
UU No 10 tahun 1994 memberi
wewenang kepada Menteri Keuangan untuk mengatur siapa saja yang diberi wewenang
untuk memungut pajak penghasilan pasal 22 Impor ini. Menurut Pasal 1 huruf a
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 599/KMK.04/1994, pemungutan pajak penghasilan
pasal 22 Undang-undang No 10 tahun 1994 adalah Bank Devisa dan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
1.3
Dasar
Pemungutan/Perhitungan Impor
Wajib pajak yang dikenakan PPh
pasal 22 adalah importir yaitu para pengusaha yang dalam usahanya memasukan
barang-barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia. Dasar
pemungutan atau perhitungannya adalah Nilai Impor Barang dan Harga Jual Lelang.
Yang dimaksud dengan Nilai Impor yakni nilai berupa uang yang menjadi dasar
perhitungan bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan
bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan pabean di bidang impor.
1.4
Yang
Dikecualikan Dari Pemungutan Impor
Pasal
3 ayat 1 KMK No 599 di atas menyebutkan pengecualian pemungutan pajak penghasilan
pasal 22 ini yaitu :
a. Impor
barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang pajak penghasilan.
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk
dan atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) :
·
Barang
perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik; (dengan syarat ada Surat Keterangan Bebas PPh
Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak).
·
Barang
untuk keperluan Badan Internasional yang diakui dan terdaftar pada pemerintah
Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang
paspor Indonesia.
·
Barang
kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan.
·
Barang
untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang
terbuka untuk umum, dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keterangan Bebas
(SKB).
·
Barang
untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, dilakukan secara
otomatis tanpa SKB.
·
Barang
untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya, dinyatakan
dengan SKB PPh pasal 22 oleh DJP.
·
Peti
atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah, dilakukan secara
otomatis tanpa SKB.
·
Barang
pindahan, dilakukan otomatis tanpa SKB.
·
Barang
pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, barang kiriman
sampai dengan batas nilai/jumlah tertentu sesuai dengan peraturan kepabeanan.
·
Barang
yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk
kepentingan umum.
·
Persenjataan,
amunisi dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi
keperluan pertahanan dan keamanan Negara.
·
Barang
dan bahan yang digunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan
dan keamanan Negara.
·
Vaksin
polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN).
·
Buku-buku
pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
·
Kapal
laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyebrangan,
kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat
keamanan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan dipergunakan
perusahaan pelayaran niaga nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional.
·
Pesawat
udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan
manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan
dipergunakan oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional.
·
Kereta
api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan dipergunakan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
·
Peralatan
yang dipergunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara di wilayah
Republik Indonesia yang dilakukan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
c. Dalam hal impor barang sementara jika pada waktu impornya
dimaksudkan untuk diekspor kembali. Contohnya adalah barang pameran, setelah
pameran selesai maka barang-barang pameran tersebut harus dieskpor
kembali.
d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang
yang telah dieskpor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau
barang-barang yang telah diekspor karena membutuhkan perbaikan, pengerjaan dan
pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai (DJBC).
1.5
Tarif
Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor
Besarnya
tarif pungutan pajak penghasilan pasal 22 sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat
1 huruf a Keputusan Menteri Keuangan no 599 tersebut adalah :
1.
2,5
% dari Nilai Impor Jika Impor menggunakan Angka Pengenal Impor (API)
PPh
Pasal 22 = 2,5% x Nilai Impor
|
Catatan :
Nilai Impor = Nilai CIF (Cost +
Insurance + Freight) + Bea Masuk
Contoh :
PT. Sari Masa adalah importir alat-alat elektronik
dari Jepang yang telah memiliki API. Pada awal bulan ini telah memasukkan
barang dengan cost US$ 35.000; biaya angkut kapal ke pelabuhan tujuan adalah
US$ 2.500 dan premi asuransi yang dibayar adalah US$ 500. Bea Masuk yang di
bayar Rp.1.250.000,00 dan pungutan pabean lainnya Rp.500.000,00. Kurs yang
berlaku US$1 = Rp.2.000,00
Pajak yang dipungut oleh
Dirjen Bea Cukai dihitung sebagai berikut :
Harga
Impor : 35.000 x
Rp.2.000,00 = Rp.70.000.000,00
Biaya
Angkut : 2.500 x
Rp.2.000,00 = Rp.
5.000.000,00
Asuransi : 500 x Rp.2.000,00 = Rp.
1.000.000,00
Bea
masuk dan lain-lain : = Rp.
1.750.000,00
Nilai
Impor = Rp.77.750.000,00
PPh
pasal 22 sebesar 2,5% x Rp.77.750.000,00 = Rp.
1.943.750,00
|
2.
PPh
Pasal 22 = 7,5% x Nilai Impor
|
Contoh :
Berdasarkan contoh di
atas, bila PT. Sari Masa belum mempunyai API, maka PPh yang dipungut ditjen Bea
Cukai adalah :
PPh
impor : 7,5 % x Rp. 77.750.000,00 = Rp.5.831.250,00
|
3. Yang tidak
di kuasai, tarif
pemungutannya sebesar 7,5%
dari
PPh
Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang
|
4. Impor Kedelai, Gandum, dan Tepung
Terigu oleh Importir yang
menggunakan API (Tidak memiliki API, tidak dapat impor)
PPh
Pasal 22 = 0,5% x Dari Nilai Impor
|
1.6
Sifat
Pemungutan
Sifat
pengumungutan PPh pasal 22 Impor yang dilakukan oleh Ditjen Bea & Cukai dan
Bank Devisi ini adalah tidak bersifat final artinya PPh yang dipungut tersebut
dapat dijadikan sebagai kredit pajak atas pajak yang terutang pada akhir tahun.
1.7
Saat
Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22 Impor
Atas impor barang yang dilakukan
importir saat terutangnya dan pelunasannya dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak
bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Jika Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan pembayarannya, maka Pajak Penghasilan pasal 22 terutang dan dilunasi
pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD).
1.8 Tata Cara
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor
Pemungutan PPh Pasal 22
ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.
Pelunasan PPh pasal 22 yang disetor oleh
importir ke Bank Devisa, dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang
berfungsi sebagai bukti pungutan pajak.
2.
PPh pasal 22 Impor ini dipungut dan
disetor secara kolektif dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak oleh
Dirjen Bea dan Cukai jika Impor dilakukan tanpa menggunakan Laporan Kebenaran
Pemeriksaaan.
Bukti
Pemungutan harus dibuat oleh Ditjen Bea dan Cukai dalam rangkap tiga yang
terdiri dari :
·
Lembar pertama untuk pembeli.
·
Lembar kedua untuk Ditjen Pajak sebagai
lampiran laporan bulanan.
·
Lembar ketiga untuk arsip pemungut pajak
yang bersangkutan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
harus menyetorkan pemungutan Pajak Penghasilan pasal 22 atas impor dalam jangka
waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke kantor Pos dan Giro atau
Bank-bank persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut secara
mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak
berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh pasal 22.
2.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BENDAHARAWAN (Pembelian Barang Yang Dibiayai dengan
APBN/APBD)
Setiap aktivitas
penjualan atau penyerahan barang kepada suatu instansi pemerintah, BUMN atau
BUMD dikenakan pengumungutan PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan. Bagi pemasok,
besarnya pungutan yang dilakukan oleh Bendaharawan tersebut merupakan kredit
pajak yang dapat dikurangkan terhadap pajak penghasilan yang terulang.
2.1
Obyek Pajak Penghasilan Pasal 22
Bendaharawan
Obyek Pajak penghasilan pasal 22 Bendaharawan ini
adalah penjualan hasil produksi atau penyerahan barang.
2.2 Pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan
Menurut
pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 599/KMK.04/1994, pemungutan pajak
penghasilan pasal 22 Bendaharawan menurut Undang-undang No 10 tahun 1994 adalah
Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pemerintah
Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara dan badan
usaha milik daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari
belanja negara atau belanja daerah.
2.3 Dikecualikan Dari Pemungutan PPh Pasal 22
Pajak
Penghasilan pasal 22 bendaharawan ini tidak dikenakan atas kegiatan :
1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah)
yang meliputi jumlah kurang dari Rp.1.000.000,00.
2.
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM,
benda-benda pos dan telepon.
3.Pembayaran/pencairan
dana Jaringan Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
2.4 Dasar Pemungutan/Penghitungan
Dasar
pemungutan dan penghitungan pajak penghasilan pasal 22 ini adalah harga
pembelian barang. Yang dimaksud dengan harga pembelian ini adalah jumlah harga
faktur.
2.5 Tarif Pajak Penghasilan Pasal
22 Bendaharawan
Tarif
pemungutan pajak penghasilan pasal 22 ini adalah 1,5% dari harga penyerahan
atau pembelian barang.
PPh
Pasal 22 = 1,5% x Harga Pembelian
|
Untuk menghindari pengenaan pajak
berganda, bila dalam harga barang atau jasa tersebut terkandung/termasuk Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan Barang Mewah, maka nilai PPN atau PPnBM
tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu.
Contoh
:
PT.Swaradia
melakukan penyerahan barang kena pajak kepada Departemen Pekerjaan Umum
sejumlah Rp. 1.430.000.000,00 yang pembayarannya melalui Kantor Perbendaharaan
Negara.
1.
Jika harga barang tersebut tidak termasuk PPN maupun PPnBM maka besarnya PPh pasal 22 Bendaharawan yang
dipotong dari nilai barang adalah :
Harga barang yang diserahkan = Rp.
1.430.000.000,00
PPh
22 = 1,5% x Rp. 1.430.000.000,00 = Rp.
21.450.000,00
Jumlah uang yang diterima
PT.Swaradia = Rp. 1.408.550.000,00
|
2.
Jika pada contoh di atas harga barang termasuk PPN sebesar 10%, maka uang yang
diterima PT Sawaradia adalah :
Harga barang yang diserahkan = Rp.
1.430.000.000,00
PPN
10/110 x Rp 1.430.000.000,00 = Rp.
130.000.000,00
Harga barang tidak termasuk
PPN = Rp.
1.300.000.000,00
PPh 22 – 1,5% x Rp.
1.300.000.000,00 = Rp.
19.500.000,00
Uang yang diterima PT Swaradia
adalah1 = Rp. 1.280.500.000,00
|
3.
Jika pada contoh di atas harga barang termasuk PPN sebesar 10% dan PPnBM dengan
tarif 20%, maka uang yang diterima PT.Swaradia adalah :
Harga barang yang diserahkan = Rp. 1.430.000.000,00
PPN
10/130 x Rp 1.430.000.000,00 = Rp.
110.000.000,00
Harga barang tidak termasuk
PPN = Rp. 1.320.000.000,00
PPnBM 20/130 x Rp 1.430.000.000,00 = Rp.
220.000.000,00
Harga barang tidak termasuk
PPN dan PPnBM = Rp. 1.100.000.000,00
PPh 22 – 1,5% x Rp.
1.100.000.000,00 = Rp.
16.500.000,00
Uang yang diterima PT Swaradia
adalah = Rp. 1.083.500.000,00
|
2.6 Sifat Pemungutan
Sifat
pemungutan PPh pasal 22 Bendaharawan atas pembayaran untuk pembelian barang
dari belanja negara dan/atau belanja daerah oleh Direktorat Jenderal Anggaran,
Bendaharawan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, Badan Usaha Milik
Negara dan Badan Usaha Milik Daerah ini adalah tidak bersifat Final, artinya
dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak uang terutang pada akhir
tahun.
2.7 Saat Terutang dan
Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan
PPh
pasal 22 Bendaharawan ini terutang pada saat dilakukannya pembayaran atau
penyerahan barang yang dibeli oleh
Dirjen Anggaran Bendaharawan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah,
Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang dibayar dari belanja
negara dan/atau belanja daerah.
2.8 Tata Cara Penyetoran dan
Pelaporan
Pemungutan pajak PPh pasal 22 Bendahawan yang
terdiri dari Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah, baik di
tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik
Negara/Daerah, harus menyetorkan hasil pemungutan Pajak Penghasilan pasal 22
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belaja
negara/belanja daerah, ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, pada
hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang tersebut, dengan
menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang telah diisi oleh dan atas nama
rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan, yang berlaku sebagai bukti
pungutan pajak. Hasil pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 tersebut, harus
dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
3.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL PRODUKSI
Berikut Ini di
Uraikan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas masing-masing kegiatan
tertentu yang berhuhubungan dengan Penjualan Hasil Produksi.
3.1
PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Otomotif di Dalam
Negeri
Besarnya
PPh pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau
lebih di dalam negeri sebesar 0,45% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai.
PPh
Pasal 22 = 0,45% x DPP PPN
|
Penjualan
kendaraan bermotor yang dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 atas industri
otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada :
1.
Instansi Pemerintah
2.
Korps Diplomatik
3.
Bukan Subjek Pajak, yaitu :
·
Badan perwakilan negara asing
·
Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik
dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama
mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia serta
negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
·
Organisasi-organisasi Internasional
dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.
·
Pejabat-pejabat perwakilan organisasi
Internasional dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalan
usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan
di Indonesia.
3.2
PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil
Produksi Industri Rokok Dalam Negeri
Besarnya
PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat penjualan rokok
di dalam negeri adalah 0,15% dari harga badrol (pita cukai), dan bersifat
final.
PPh
Pasal 22 (Final) = 0,15% x Harga
Bandrol
|
3.3
PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil
Produksi Industri Kertas di Dalam Negeri
PPh
Pasal 22 = 0,1% x DPP PPN
|
PT Indah
Paper dalam bulan Mei 2013 menjual beberapa jenis kertas hasil produksinya
dengan total harga sebesar Rp.88.000.000,- kepada Penerbit Putra Jaya di
Yogyakarta. Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
DPP
PPN = (100/110) x
Rp.88.000.000,- = Rp. 80.000.000,-
PPh
Pasal 22 = 0,1% x Rp.80.000.000,- = Rp.80.000,-
Jadi
Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT. Indah Paper adalah
Rp.80.000,-
|
3.4
PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil
Produksi Industri Semen di Dalam Negeri
PPh
Pasal 22 = 0,25% x DPP PPN
|
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh
pasal 22 adalah penjualan semen dalam negeri oleh PT Indocement, PT Semen
Cibinong, dam PT Semen Nusantara kepada distributor utama/tunggalnya.
PT
Semen Biru dalam bulan Agustus 2012 menjual hasil produksinya dengan harga
sebesar Rp.165.000.000,- kepada PT. Karya Utama di Jakarta. Harga tersebut
sudah termasuk PPN sebesar 10%.
DPP
PPN = (100/110) x Rp.165.000.000,- = Rp. 150.000.000,-
PPh
Pasal 22 = 0,25% x Rp.150.000.000,- = Rp.375.000,-
Jadi
Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT Semen Biru adalah
Rp.375.000,-
|
3.5
PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil
Produksi Industri Baja di Dalam Negeri
PPh
Pasal 22 = 0,3% x DPP PPN
|
Contoh
:
PT
Baja Perkasa merupakan produsen baja, pada bulan Juli 2013 menjual hasil
produksinya kepada PT. Adi Karya Senilai Rp.825.000.000,- (Termasuk PPN).
DPP
PPN = (100/110) x
Rp.825.000.000,- = Rp. 750.000.000,-
PPh
Pasal 22 = 0,3% x Rp.750.000.000,- = Rp.2.250.000,-
Jadi
Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT Baja Perkasa adalah
Rp.2.250.000,-
|
4.
Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pembelian Bahan Untuk Keperluan Industri atau
Ekspor Oleh Industri yang Bergerak Dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan,
Pertanian, dan Perikanan dari Pedagang Pengumpul
Besarnya PPh
pasal 22 yang wajib dipungut oleh Industri atau Eksportir yang bergerak dalam
sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan yang telah terdaftar
sebagai Wajib Pajak adalah sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak termasuk
PPN.
PPh
Pasal 22 = 0,5% x Harga Pembelian
|
PT Dua Saudara merupakan perusahaan yang
pengolah hasil pertanian. Pada bulan Juli 2013, membeli bahan-bahan untuk
keperluan industri tersebut dari Petani sebagai pedagang pengumpul. Nilai
pembelian sebesar Rp.326.000.000,-
Besarnya PPh Pasal 22 atas pembelian tersebut
adalah :
PPh Pasal 22 = 0,5% x Rp.326.000.000,- = Rp.1.630.000,-
|
Atas penyerahan barang yang dilakukan oleh
Bulog berupa :
a.
Gula pasir kepada :
o
Penyalur sebesar Rp 380,00/kuintal;
o
Grosir sebesar Rp 270,00/kuintal;
o
Pembeli lainnya sebesar Rp 650,00/kuintal
b.
Tepung terigu kepada :
o
Penyalur sebesar Rp 53,00/zak;
o
Grosir sebesar Rp 38,00/zak;
o
Pembeli lainnya sebesar Rp 91,00/zak
Catatan :
PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir
dan tepung terigu oleh Bulog bersifat final.
5. Pajak Penghasilan Pasal 22 Yang
Dipungut Oleh Pertamina Dan Badan Usaha Selain Pertamina
Besarnya PPh pasal 22 yang wajib di
pungut oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan
bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas atas penjualan hasil produksinya
adalah sebagai berikut :
PPh
Pasal 22 = 0,3% x Penjualan
|
Contoh :
PT Penyalur Minyak
Indonesia (PMI) membeli premium dari Pertamina. Dalam hal ini, PMI sebagai
penyalur BBM (SPBU Swastanisasi) memiliki delivery order (DO) dari
Pertamina dengan kuantitas sebanyak 10.000 liter @ Rp 1.600,-. Berapa PPh
pasal 22 yang harus dilunasi oleh PT.PMI?
Penyelesaiannya :
PPh pasal 22 = 0,3% x 10.000 x 1.600 = Rp 48.000,-
|
PPh
Pasal 22 = 0,25% x Penjualan
|
PPh
Pasal 22 = 0,3% x Penjualan
|
Catatan
:
Pemungutan
PPh pasal 22 ini bersifat final atas penyerahan/penjualan hasil produksi kepada
penyalur/agennya. Sedangkan penjualan kepada pembeli lainnya (misalnya pabrikan
pemungutannya tidak bersifat final, sehingga PPh pasal 22-nya dapat
diperhitungkan sebagai kredit pajak).
6. Tata Cara Penyetoran dan
Pelaporan PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi, Bidang Usaha Bahan Bakar, dan Badan Urusan
Logistik
Pemungutan
pajak penghasilan pasal 22 atas penjualaan hasil produksi oleh Pertamina atau
badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang usaha bahan bakar minyak
jenis Premix dan penyerahan gula pasir, tepung terigu oleh Badan Urusan
Logistik (BULOG), dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
Barang (delivery order).
Pajak
penghasilan pasal 22 yang dipungut dilunasi dengan disetor oleh pembeli atau
penerima penyerahan barang ke Bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro.
Sedangkan formulir-formulir yang digunakan untuk menyetor
pajak penghasilan pasal 22 adalah :
·
Surat Setoran Pajak “Final”, yakni
bentuk formulir Surat Setoran Pajak yang khusus digunakan untuk menyetor Pajak
Penghasilan yang bersifat Final oleh penyalur agen/dealer/grosir bahan bakar
minyak, pelumas, gas LPG, Gula Pasir dan Tepung Terigu.
·
Surat Setoran Pajak “Umum” untuk menyetor
pajak Penghasilan pasal 22 yang bersifat tidak final, yang dilakukan oleh
pembeli bahan bakar minyak, pelumas, gas LPG, gula pasir, dan tepung terigu
selain penyalur/agen/dealer/grosir.
Jika surat
perintah pengeluaran barang belum diterbitkan, terlebih dahulu pembeli atau
penerima penyerahan barang melunasi PPh pasal 22 dan menunjukan bukti setoran
Pajak Pengahasilan Pasal 22 dan menunjukan bukti setoran Pajak Penghasilan
Pasal 22 berupa SSP Final/Umum.
Untuk Bulog/Dolog,
Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar
jenis Premix yang ditunjuk sebagai pemungut pajak penghasilan pasal 22,
diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) ke Kantor Pelayanan
Pajak setempat, selambat-lambatnya dua puluh hari setelah masa pajak berakhir.
7.
Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Penjualan Barang Mewah
PPh
Pasal 22 = 5% x Penjualan
|
Selain tarif di atas, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008
tanggal 31 Desember 2008 juga mengatur tentang wajib pajak badan tertentu
sebagai pemungut PPh pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah
yaitu wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah, diantaranya :
a.
Pesawat
udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 (Dua Puluh
Miliar Rupiah)
b.
Kapal
pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh
Miliar Rupiah)
c.
Rumah
beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2
d.
Apartemen,
kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan/atau bangunan lebih dari 400 m2
e.
Kendaraan
bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan. Jeep,
sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah)
dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual
tidak termasuk PPN dan PPnBM.
D.
Batas Waktu Setor dan Pelaporan PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 yang telah
dipungut dalam setiap hari kerja harus disetorkan pada hari kerja
berikutnya.PPh Pasal 22 yang dipungut pada tanggal 31 Maret harus disetorkan
pada hari itu juga. Penyetoran dilakukan kekantor kas Negara, seperti kantor
pos dan giro, serta bank pemerintah yang ditunjuk menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP). Pada formulir SSP tersebut harus dicantumkan Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) dari pemungut pajak.
Jenis Pajak
|
Saat Penyetoran
|
Saat Pelaporan
|
Atas impor barang
|
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai harus disetor ke bank persepsi atau kantor pos dan
giro dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan.
|
Paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu
penyetoran pajak berakhir.
|
Atas pembelian barang dari Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Bendahara pemerintah baik ditingkat pusat maupun ditingkat
daerah.
|
Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
atas penyerahan barang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah
diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
|
Paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa
Pajak berakhir.
|
Atas pembelian barang dari BUMN dan BUMD, yang
melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dan belanja negara
(APBN) atau belanja daerah (APBD).
|
Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
atas penyerahan barang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah
diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
|
Paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa
Pajak berakhir.
|
Atas pembelian barang dari Bank Indonesia (BI),
PT.Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), Perusahaan Badan Urusan Logistik
(BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (TELKOM), PT. Perusahaan Tenaga
Listerik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel,
PT. Pertamina, dan Bank – bank BUMN.
|
Paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya.
|
Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
|
Atas penjualan hasil produksi dari badan usaha yang
bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja
dan industri otomotif.
|
Paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya.
|
Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
|
Atas penjualan hasil produksi produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas
dan pelumas.
|
Sebelum surat perintah pengeluaran barang (delivery
order) ditebus.
|
Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
|
Atas pembelian bahan-bahan industri dan eksportir
yang bergerak dalam sektorperhutanan, perkebunan, perikanan dan pertanian.
|
Paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya.
|
Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
|
Kami dapat membantu Anda secara finansial jika Anda dapat membayar kami. Kita
ReplyDeletelembaga kredit swasta dan terakreditasi. Kami menerbitkan semua jenis pinjaman
untuk semua pencari pinjaman - mulai dari $ 2.000 hingga $ 500.000.000,00 juta dikonversi ke email Korespondensi Korespondensi Anda (Jessicarojasloanfirm1998@hotmail.com)