Thursday, 7 April 2016

PPN ATAS EKSPOR/IMPOR DAN PPnBM



I.                  PEMBAHASAN

1.1.                 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

1.1.1      Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1.1.1.1   Definisi Pajak Pertambahah Nilai (PPN)

Pajak pertambahan nilai (value added tax) pertama kali diperkenalkan oleh Carl Friedrich Von Siemens, seorang Industrialis dan konsultan pemerintah Jerman pada tahun 1919. Pemerintah Indonesia mulai mengadopsi system Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tanggal 1 April 1985 untuk menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah berlaku di Indonesia sejak tahun 1951.
Pajak pertambahan nilai yaitu pajak dikenakan oleh karena adanya perbuatan yaitu penyerahan barang dan jasa di daerah pabean di Indonesia.

PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi (Siti Resmi, 2012:1). Dalam Dirjen Pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan atas setiap pembelian Barang Kena Pajak dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak baik di dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah Pabean.
PPN mempunyai karakteristik antara lain:
(a)    Pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang yang bukan penanggung pajak, atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Dapat juga dikatakan  pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kantor pelayanan pajak adalah subjek yang berbeda.
(b)   Multitahap, maksudnya pajak dikenakan di tiap mata rantai produksi dan distribusi.
(c)     Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak.
Untuk pertama kali Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983 tentang Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (jadi yang dinamakan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983sedangkan perubahannya adalah perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai), kemudian dilakukan perubahan sebagai berikut:
(1)   Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tanggal 09 November 1994
(2)   Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tanggal 02 Agustus 2000
(3)   Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tanggal 15 Oktober 2009

Sehubungan dengan adanya perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai maka setiap perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai akan terdapat keterangan tahun terbitnya perubahan tersebut.

1.1.1.2.     Subjek Pajak
Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN, yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.


1.1.1.3       Bukan Subjek Pajak
Pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 1 angka 15 UU PPN).

1.1.1.4       Objek PPN

(1)  Penyerahan/impor/pemanfaatan/ekspor terhadap BKP/JKP/BKP tidak berwujud.
(a)      Penyerahan BKP didalam daerah pabean  yang dilakukan oleh pengusaha  kena pajak maupun pengusaha yang seharusnya  dikukuhkan menjadi  pengusaha  kena pajak  tetapi belum dikukuhkan.
(b)      Impor BKP. Pemungutan pajak saat impor BKP dilakukan melalui  Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(c)      Penyerahan JKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
(d)     Pemanfaatan  BKP tidak berwujud  dari luar  daearah pabean  didalam daerah pabean.
(e)      Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean (jasa konsultan asing yang memberikan jasa manajemen, jasa teknik dan jasa lain) didalam daerah pabean.
(f)       Ekspor BKP berwujud oleh PKP, ekspor BKP dikenakan PPN, hanya jika yang melakukan adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP.
(g)      Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP, pengusaha yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud adalah hanya pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
(h)      Ekspor JKP oleh PKP.
(2)      Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya diigunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
(3)      Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjual belikan sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat perolehan menurut ketentuan dapat dikreditkan.

1.1.1.5       Bukan Objek PPN

(1)      Jenis Barang yang Tidak Dikenai PPN:
(a)      Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
(b)      Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
(c)      Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.
(d)     Uang, emas batangan, dan surat berharga.
(2)      Jenis Jasa yang Tidak Dikenai PPN:
(a)    Jasa pelayanan kesehatan medis
(b)   Jasa pelayanan sosial
(c)    Jasa pengiriman surat dengan perangko
(d)   Jasa keuangan
(e)    Jasa asuransi
(f)    Jasa keagamaan
(g)   Jasa pendidikan
(h)   Jasa kesenian dan hiburan
(i)     Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
(j)     Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak  terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri
(k)   Jasa tenaga kerja
(l)     Jasa perhotelan
(m) Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
(n)   Jasa penyediaan tempat parkir
(o)   Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
(p)   Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
(q)   Jasa boga atau katering

1.1.1.6       Dasar Pengenaan PPN

(1)      Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
(2)      Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
(3)      Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
            Nilai Impor adalah CIF (Cost, Insurance, and Freight) + Bea Masuk

(4)      Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
(5)      Nilai Lain
Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai DPP dan Peraturan Menteri Keuangan No.102/PMK.11/2011 tentang nilai lain sebagai DPP atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, di dalam daerah  pabean berupa film cerita impor dan penyerahan film cerita impor.

1.1.2        Pajak Penjualan atas Barang Mewah
1.1.2.1   Definisi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

1.1.2.2       Karaktreristik PPnBM
Dari Pasal 5 dan Pasal 10 UU PPN 1984 diketahui karakteristik (PPnBM) sebagai berikut:
(1)      PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN.
(2)      PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu pada saat impor, atau penyerahan di dalam Daerah Pabean BKP yang tergolong Mewah oleh pabrikan yang menghasilkannya.
(3)      PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM. Namun, Pengusaha Kena Pajak yang mengekspor BKP Yang Tergolong Mewah dapat meminta kembali PPnBM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP Yang Tergolong Mewah yang dieskpor tersebut.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pada dasarnya PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu pada mata rantai jalur distribusi yang disebut dalam Pasal 5 UU PPN 1984.

1.1.2.3   Tujuan Pengenaan PPnBM di Samping PPN
Dalam memori penjelasan Pasal 5 UU PPN 1984 ditegaskan bahwa tujuan mengenakan PPnBM di samping PPN adalah:
(1)   Untuk memperoleh keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi.
(2)   Untuk mengendalikan pola konsumsi BKP Yang Tergolong Mewah.
(3)   Melindungi produsen kecil atau tradisional.
(4)   Untuk mengemankan penerimaan negara.

1.1.2.4       Prinsip dan Pertimbangan Pemungutan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
 

Berikut beberapa pertimbangan mengapa pemerintah Indonesia menganggap bahwa PPnBM sangatlah penting untuk diterapkan.
(1)      Agar tercipta keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi.
(2)      Untuk mengendalikan pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
(3)      Perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional.
(4)      Mengamankan penerimanaan negara.

Prinsip Pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ialah hanya 1 (satu) kali saja, yaitu pada saat:
(1)   Penyerahan oleh pabrikan atau produsen Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
(2)   Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

Pemungutan PPnBM sama sekali tidak memperhatikan siapa yang mengimpor maupun seberapa sering produsen atau pengusaha melakukan impor tersebut (lebih dari sekali atau hanya sekali saja).

1.1.2.5  Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
 

Barang-barang yang tergolong mewah dan harus dikenai PPnBM ialah:
(1)   Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
(2)   Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
(3)   Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
(4)   Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial.



1.2         Pajak Pertambahan Nilai (PPN)  atas Ekspor dan Impor

1.2.1        Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Ekspor
Dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 ditetapkan objek pajak PPN yang berkaitan dengan ekspor, meliputi :
(1)   Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
(2)   Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
(3)   Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Salah satu kegiatan transaksi yang dikenakan PPN adalah atas ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Hal ini sesuai yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h UU Nomor 42 Tahun 2009. Lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (2) ditegaskan bahwa ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis JKP yang atas ekspornya dikenakan PPN akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Untuk menindaklanjuti ketentuan ini, maka diterbitkanlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang atas Ekspornya Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Pada prinsipnya kegiatan Kegiatan Ekspor Barang dan Jasa dikenai PPN 10%. Namun dalam rangka mendorong perkembangan dunia usaha Indonesia dan meningkatkan daya saing kita, maka Pemerintah menetapkan fasilitas PPN 0% atas kegiatan ekspor.  Namun fasilitas ini hanya diberikan bagi Pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

1.2.1.1       Yang dimaksud dengan ”Barang Kena Pajak Tidak Berwujud”

(1)      Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model,rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya.
(2)      Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah.
(3)      Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial.
(4)      Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebutpada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa:
(a)      Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa.
(b)   Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa.
(c)    Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radiokomunikasi.
(5)      Penggunaan atau hak menggunakan filmgambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.
(6)      Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
1.2.1.2   Batasan Kegiatan dan Jenis JKP yang atas ekspornya dikenakan PPN 0%.

Sebagaimana yang diatur dalam PMK-70/PMK.03/2010 Batasan Kegiatan dan Jenis JKP yang atas ekspornya dikenai PPN dengan tarif 0% meliputi :
(1)   Jasa Maklon, yaitu pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), dan pengguna jasa menetapkan spesifikasi, serta menyediakan bahan baku dan/atau barang setengah jadi dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya, dengan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.
Jasa Maklon yang batasan kegiatannya memenuhi syarat berikut:
(a)      Pemesan atau penerima JKP berada di Luar Daerah Pabean dan merupakan Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) serta tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
(b)     Spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan atau Penerima JKP.
(c)      Bahan adalah bahan baku, bahan setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses menjadi BKP yang dihasilkan.
(d)     Kepemilikan atas barang jadi berada pada pemesan atau penerima JKP.
(e)      Pengusaha Jasa Maklon mengirim barang hasil pekerjaannya berdasarkan permintaan pemesan atau penerima JKP ke luar daerah Pabean.
(2)      Jasa Perbaikan dan perawatan yang batasan kegiatannya memenuhi syarat:
(a)      Jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang bergerak yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean.
(3)      Jasa Konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi, yang batasan kegiatannya memenuhi syarat:
(a)      Jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang tidak bergerak yang terletak di luar Daerah Pabean.

1.2.1.3   Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Ekspor
Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan Ekspor Jasa Kena Pajak.

1.2.2      Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Impor
Impor merupakan proses pembelian barang atau jasa asing dari suatu negara ke negara lain atau setiap kegiatan memasukkan barang barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
Daerah pabean adalah wilayah kedaulatan Republik Indonesia dan tempat-tempat tertentu di wilayah yurisdiksi nasional Republik Indonesia yang didalamnya berlaku peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Pada prinsipnya semua kegiatan impor barang dikenai PPN. Namun dalam rangka mendorong perkembangan dunia usaha Indonesia dan meningkatkan daya saing kita, maka Pemerintah menetapkan jenis-jenis Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, yang bertujuan untuk menjamin tersedianya barang-barang yang bersifat strategis tersebut. Pemberian fasilitas perpajakan ini hanya bersifat sementara.

1.2.2.1   PPN yang Dibebaskan atas Impor

Perlu diketahui bahwa tidak semua barang yang dibeli atau dijual dikenakan PPN, dan PPN yang dibebaskan atas Impor itu sendiri tidak bisa dikreditkan. Sebagaimana yang telah diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 370/KMK/2003 Tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu, bahwa:
(1)      Barang Kena Pajak Tertentu adalah:
(a)      Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya.
(b)     Komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri yang digunakan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI).
(c)      Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN).
(d)     Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
(e)      Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia.
(f)      Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan.
(g)     Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana.
(h)     Komponen atau bahan yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia.
(i)       Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional.

(j)       Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah.

(2)      Jasa Kena Pajak Tertentu adalah:
(a)      Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan penangkapan ikan nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional, atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional, yang meliputi: 
(i)       Jasa persewaan kapal.
(ii)     Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh.
(iii)   Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal.
(b)     Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi:
                                             (i)     Jasa pesewaan pesawat udara.
                                           (ii)     Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara.
(c)      Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia.
(d)     Jasa yang diserahkan oleh Kontraktor untuk pemborongan bangunan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf j dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah.
(e)      Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana.
(f)      Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional.


1.2.2.2   Peraturan Menteri Keuangan Terbaru
(1)   Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2016 tanggal 3 Maret 2016, tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.
(2)   Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.010/2015 tanggal 28 Desember 2015, tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kpada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya.
(3)   Peraturan  Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.010/2015 tanggal 24 Juli 2015, tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk.
(4)   Peraturan  Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.03/2015  tanggal  4 Maret 2015, tentang Penunjukan Badan Usaha Tertentu untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya.
1.2.2.3   Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Impor
Tarif PPN adalah 10%.
Dikenakan atas setiap penyerahan BKP di dalam daerah pabean/impor BKP/penyerahan JKP di dalam daerah pabean/pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam pabean/pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, misalnya pertimbangan perkembangan perekonomian Indonesia, sehingga tarif PPN bisa diturunkan. Sebaliknya, misalnya jika Pemerintah membutuhkan penerimaan pajak yang besar, sehingga tarif PPN bisa dinaikkan.

1.3                   Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

PPnBM merupakan pajak atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya atau impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

1.3.1        Kriteria BKP yang Tergolong Mewah

Kriteria BKP yang Tergolong Mewah dalam penjelasan Pasal 5 UU PPN 1984 adalah:
(1)      Bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
(2)      Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
(3)      Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
(4)      Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status.
(5)      Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.

1.3.2        Dasar Pengenaan Pajak Untuk Menghitung PPnBM yang Terutang

Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPnBM yang terutang adalah:
(1)      Untuk penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean, Dasar pengenaan Pajaknya  adalah Harga Jual.
(2)      Untuk impor kendaraan bermotor adalah Nilai Impor.
(3)      Dalam hal terdapat hubungan istimewa antara Industri Perakitan atau Pabrikan kendaraan bermottor dengan Distributor atau Dealer atau Agen atau Penyalur dan Harga Jual dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa antara pihak-pihak tersebut sehingga Harga Jual menjadi lebih rendah daripada harga pasar wajar, maka Dasar Pengenaan Pajaknya ditetapkan sebesar harga pasar wajar.

1.3.3        Dibebaskan dari Pengenaan PPnBM

Berdasarkan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003 dibebaskan dari pengenaan PPnBM:
(1)      Impor atau penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean yang digunakan untuk kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum.
(2)      Impor atau penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean yang digunakan untuk tujuan Protokoler Kenegaraan.
(3)      Impor atau penyerahan di dalam Daerah Pabean kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk kemudi, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI.
(4)      Impor atau penyerahan semua jenis kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean, yang digunakan untuk keperluan patroli TNI atau POLRI.
(5)      Pembebasan ini diperoleh dengan terlebih dahulu pembeli yang berkepentingan mengajukan Surat Keterangan Bebas PPnBM ke Kantor Pelayanan Pajak setempat. Dalam hal sebelum diperoleh surat keterangan ini sudah terlanjur membeli kendaraan bermotor yang diperlukan dan memenuhi kriteria yang seharusnya dibebaskan dari PPnBM, maka pihak pembeli dapat mengajukan permohonan pengembalian (restitusi) PPnBM yang sudah dibayar.

1.3.4        Tidak Dikenakan PPnBM

Berdasarkan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003 taqnggal 11 Agustus 2003, PPnBM tidak dikenakan atas impor atau penyerahan:
(1)      Kendaraan dalam bentuk CKD.
(2)       Kendaraan berupa sasis.
(3)      Kendaraan pengangkutan barang.
(4)      Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder sampai dengan 250cc.
(5)      Kendaraan umum untuk pengangkutan 16 (enam belas) orang atau lebih termasuk pengemudi.

1.3.5        Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Tarif pajak penjualan atas barang mewah ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Jika pengusaha melakukan ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah maka akan dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen).

1.3.6        Perhitungan dan Pelaporan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Tarif
(%)
Jenis Barang Kena Pajak
 

10
kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas)orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semidiesel), dengan semua kapasitas isi silinder;
 
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari 1500 cc;
 

25
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau dengan nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc;
 
kendaraan bermotor dengan kabin ganda (double cabin), dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 (tiga) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan semua kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.
 

30
kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc;
 
kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
 

50
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc;
 
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedanatau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 3000 cc;
 
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc; dan
 
semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.
 

60
kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc; dan
 
kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu.
 

75
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedanatau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc;
 
kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc;

kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc;

trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.







1.3.7        Tarif PPnBM diluar kendaraan bermotor

Tarif
(%)
Jenis Barang Kena Pajak
 

10
kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran televisi;

kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga;

kelompok mesin pengatur suhu udara;

kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio;

kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya;
 

20
kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang dikenakan tariff 10%;

kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya;

kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena, selain yang dikenakan tariff 10%;

kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering;

pesawat elektromagnetik dan instrumen musik;

kelompok wangi-wangian;
 

30
kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;

kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang dikenakan tariff 10%;
 

40
kelompok minuman yang mengandung alcohol;

kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan;

kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool;

kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu;

kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;

kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang dikenakan tarif 30%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;

kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak;

kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara;

kelompok jenis alas kaki;

kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor;

kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau keramik;

Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain batu jalan atau batu tepi jalan;
 

50
kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus;

kelompok pesawat udara selain yang dikenakan tarif 40%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga;

kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang dikenakan tarif 10% dan tarif 30%;

kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.
 

75
kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang dikenakan tariff 40%;

kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan/atau mutiara atau campuran daripadanya;

kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum."


1.4                   Pelaporan PPN dan PPnBM

1.4.1        PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
1.4.2        PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
1.4.3        PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:
(1)      Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(2)      Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

1.5                   Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM

1.5.1        PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
1.5.2        PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
1.5.3        PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor.
1.5.4        PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:
(1)      Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(2)      Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan PPN pajak.
PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.

1.6                   Sarana Pembayaran PPN dan PPnBM

1.6.1        Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia.
1.6.2        Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/ PPn BM yang disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak (DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.














II.               RANGKUMAN


PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi (Siti Resmi, 2012:1). Untuk pertama kali Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983 tentang Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Yang menjadi subjek pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah adalah Pengusaha Kena Pajak yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Sedangkan yang termasuk bukan subjek pajak adalah Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Objek ppn dibagi menjadi 3:
(1)      Penyerahan/impor/pemanfaatan/ekspor terhadap BKP/JKP/BKP tidak berwujud.
(2)      Kegiatan membangun sendiri.
(3)      Penyerahan aktiva oleh PKP.
Non Objek dibagi 2, yaitu barang yang tidak dikenai PPN dan jasa yang tidak dikenai PPN.
Dasar pengenaan PPN terdiri dari:
(1)      Harga jual
(2)      Penggantian
(3)      Nilai impor
(4)      Nilai ekspor
(5)      Nilai lain
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Karakteristik PPnBM:
(1)      PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN.
(2)      PPnBM hanya dikenakan satu kali.
(3)      PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM.
Pemungutan PPnBM sama sekali tidak memperhatikan siapa yang mengimpor maupun seberapa sering produsen atau pengusaha melakukan impor tersebut (lebih dari sekali atau hanya sekali saja).

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Ekspor
Objek pajak PPN yang berkaitan dengan ekspor, meliputi :
(1)      Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
(2)      Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
(3)      Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pada prinsipnya kegiatan Kegiatan Ekspor Barang dan Jasa dikenai PPN 10%. Namun dalam rangka mendorong perkembangan dunia usaha Indonesia dan meningkatkan daya saing kita, maka Pemerintah menetapkan fasilitas PPN 0% atas kegiatan ekspor.  Namun fasilitas ini hanya diberikan bagi Pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Sebagaimana yang diatur dalam PMK-70/PMK.03/2010 Batasan Kegiatan dan Jenis JKP yang atas ekspornya dikenai PPN dengan tarif 0% meliputi :
(1)      Jasa Maklon
(2)      Jasa Perbaikan dan perawatan
(3)      Jasa Konstruksi
Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan Ekspor Jasa Kena Pajak.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Impor
Impor merupakan proses pembelian barang atau jasa asing dari suatu negara ke negara lain atau setiap kegiatan memasukkan barang barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
Daerah pabean adalah wilayah kedaulatan Republik Indonesia dan tempat-tempat tertentu di wilayah yurisdiksi nasional Republik Indonesia yang didalamnya berlaku peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Tarif PPN adalah 10%. Tarif pajak tersebut dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Kriteria BKP yang Tergolong Mewah dalam penjelasan Pasal 5 UU PPN 1984 adalah:
(1)     Bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
(2)     Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
(3)     Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
(4)     Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status.
(5)     Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.

Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPnBM yang terutang adalah:
(1)      Harga jual
(2)      Nilai impor
(3)      Harga pasar wajar

Tarif pajak penjualan atas barang mewah ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Jika pengusaha melakukan ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah maka akan dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen).
















III.           EVALUASI

3.1         Contoh Soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Ekspor

(1)      PKP D melakukan ekspor BKP dengan nilai ekspor Rp. 10.000.000,00. Berapa PPN terutang?
PPN yang terutang = 0% x Rp. 10.000.000 = Rp. 0,00
PPN sebesar Rp. 0,00 tersebut merupakan pajak keluaran

(2)      PKP X melakukan ekspor BKP dengan nilai ekspor Rp. 75.000.000,00. Berapa PPN terutang?
PPN yang terutang = 0% x Rp. 75.000.000 = Rp. 0,00
PPN sebesar Rp. 0,00 tersebut merupakan pajak keluaran

3.2         Contoh Soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Impor

(1)      Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?
PPN= 10% x Rp15.000.000,00= Rp. 1.500.000,00
(2)      PT Wiro mengimpor barang dari Jepang. PT Wiro tidak memilki Angka pengenal Impor, adalah perusahaan percetakan yang mengimpor mesin Fotokopi dari Jepang sebanyak 20 unit barang. Harga faktur per unit sebesar US$500. Biaya asuransi dan biaya angkut antar daerah pabean masing-masing 5% dan 10% dari harga faktur. Pungutan pabean lain yang sah adalah Rp 22.500.000,-. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada waktu itu adalah Rp 9.000. Berapa PPN terutang?
Harga faktur 20 x $500                                                                    = $10.000
Biaya asuransi 5% x $10.000                                                            = $500
Biaya angkut 10% x $10.000                                                           = $1.000
                                                                                    
    ------------
CIF                                                                                 
  $11.500
CIF dalam Rupiah $11.500 x Rp 9.000                               =Rp.103.500.000,00
Pungutan pabean lainnya                                                      =Rp. 22.500.000,00
                                                             
                  ---------------------
Nilai Impor                                                                           =Rp.126.000.000,00
PPN yang terutang = 10% x Rp. 126.000.000 = Rp. 12.600.000,00

3.3         Contoh Soal Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

(1)      PT Internasional selaku importir mengimpor 1000 unit AC senilai USD 500.000 (1USD=Rp.2000). atas kegiatan impor ini terutang bea masuk 50%, PPN 10% dan PPnBM 20%.
(a)      Berapa nilai impor?
(b)      Berapa PPN yang dibayar ke pemerintah?
(c)      Berapa PPnBM yang harus dibayar?
(d)     Berapa total biaya yang harus dibayar PT.Nasional?
(e)      Berapa modal 1 unit AC?
Penyelesaian;
(a)      Nilai impor = harga impor + bea masuk
Nilai impor = (500.000 x 2000) + (50% x 1.000.000.000)
Nilai impor = 1.000.000.000 + 500.000.000
Nilai impor = 1.500.000.000
(b)      PPN 10% = 1.500.000.000 x 10 % = 150.000.000
(c)      PPnBM 20% = 20% x 1.500.000.000 = 300.000.000
(d)     Total yang harus dibayar = 1.500 juta + 150 juta + 300 juta =1.950.000.000
(e)      Modal 1 unit AC = 1.950.000

(2)   Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%. Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:
Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00
(a)      PPN= 10% x Rp5.000.000,00= Rp. 500.000,00
(b)     PPnBM= 20% x Rp5.000.000,00= Rp. 1.000.000,00














DAFTAR PUSTAKA

Charelfriendly, Google (2011), PPN Atas Ekspor.
            (Update terakhir 01 Juli 2011) (Diakses 25 Maret 2016)
Faqot Mahmudah, Google (2015), Makalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Administrasi Perpajakan.
            (Update terakhir 11 Mei 2015) (Diakses 25 Maret 2016)
Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Ortax Tim Redaksi, Ortax.org (2015), Objek Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor.
            (Update terakhir 19 Januari 2015) (Diakses 25 Maret 2016)
Suciha, DocSlide (2015), Makalah PPN Dan PPnBM.
            (Update terakhir 18 Oktober 2015) (Diakses 25 Maret 2016)