Kasus Korupsi
Koperasi Cipaganti
Abstrak,
CEO PT. Cipaganti Citra Graha Tbk (CPGT) Andianto Setiabudi ditahan polisi
karena diduga menipu dan menggelapkan dana mitra koperasi hingga triliunan
rupiah. Sejak Maret 2014, dana para mitra tak jelas nasibnya.
I.
Pendahuluan
Koperasi Cipaganti berdiri sejak
tahun 2002 bersamaan dengan berdirinya perusahaan Cipaganti yang bergerak di
bidang transportasi. Sejak berdiri, Cipaganti yang dikenal sebagai perusahan
rental kendaraan telah membuka kerja sama dengan para investor. Caranya dengan
menitipkan kendaraan. Pemilik kendaraan akan mendapat bagian keuntungan sesuai
dengan kesepakatan dengan pihak Cipaganti yang akan mengoperasikan kendaraan
itu.
Namun seiring
dengan perkembangan perusahaan, pola kerja sama dengan penitipan kendaraan ini
dinilai tidak lagi efektif. Sejak tahun 2007, Koperasi Cipaganti mulai
melakukan pola kerja sama kemitraan dalam bentuk uang. Minimal uang yang
disetor Rp. 100 juta. Tingkat bunga yang diberikan tergantung dari berapa
lama investor bersedia menyimpan uang di Koperasi tersebut dengan minimal
penyimpanan 1 tahun sampai dengan 5 tahun, dan dengan bagi hasil keuntungan
dari 1,5% per bulan sampai 1,9% per bulan. Semakin lama jangka
waktu menyimpan uang, maka semakin besar pula imbal hasil yang diberikan tiap
bulan. Pola kerja sama dalam bentuk uang ini rupanya diminati masyarakat.
Ini terbukti dari pesatnya perkembangan entitas
Cipaganti. Selain perusahaan transportasi, Cipaganti telah merambah ke bisnis
properti, pertambangan, perhotelan, dan sebagainya. Disini
Koperasi tidak menyebutkan berapa tepatnya dana yang dibutuhkan untuk melakukan
ekspansi bisnis Cipaganti (utamanya pada usaha transportasi). Koperasi juga
tidak menyebutkan kapan jatuh tempo pengembalian hutang dana Investor.
II.
Isi
Dunia
keuangan dan investasi Indonesia digegerkan lagi dengan kasus gagal bayar
produk keuangan/investasi dari Koperasi Cipaganti. Kasus gagal bayar ini
senilai lebih dari Rp 3,2 triliun dan melibatkan lebih dari 8.200
investor.
Sudah bertahun-tahun
lamanya, Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (KCKGP) yang berkantor Pusat di
Jl. Gatot Subroto N0 94 Bandung, telah dikenal sebagai Icon Bisnis Berbasis Ekonomi Kerakyatan terbesar
di Jawa Barat, bahkan
mungkin hampir di Indonesia.
KCKGP telah berhasil menempatkan Cipaganti Group sebagai mitra usaha korporasi nasional terbaik
dengan terobosan 3 pilar bisnis, yakni
Property,
Otojasa & Sewa Alat Berat, serta Pertambangan, dimana ketiganya merupakan sumberdaya kekuatan ekonomi dalam negeri.
Pada awal kasus gagal bayar bagi hasil koperasi, pihak koperasi mengatakan
bahwa ini terjadi karena penurunan harga batubara dan karena ada kebijakan
pemerintah yang melarang impor sumber daya alam mentah (raw material)
dan harus memberikan nilai tambah berupa pengolahan. Berikut perinciannya:
Awal
2012. Stabilitas & perkembangan bisnis kckgp mulai terganggu
Pada awal tahun 2012, KCKGP mulai mengalami berbagai kendala usaha yang telah
mengganggu stabilitas dan
perkembangan jalannya usaha. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan KCKGP
mengalami kesulitan likuditas dan berdampak pada pembayaran imbal hasil/profit
bulanan kepada mitra menjadi terlambat bahkan tertunda.
Maret 2014, gagal bayar bagi
hasil mitra usaha koperasi cipaganti
Pada Bulan Maret, Mitra usaha sudah tidak menerima bagi hasil dari modal
penyertaan yang ditanamkan di Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada.
April 2014. Aksi
protes & komplain mitra usaha terhadap gagal bayar bagi hasil.
Merespon keterlambatan dan penundaan
pembayaran bagi hasil, para mitra usaha mulai melakukan aksi protes dan komplain tentang berlarutnya penundaan bagi hasil
yang seharusnya sudah diterima para mitra koperasi cipaganti,
April 2014. Pembentukan komite 18 - 53 sebagai
penyambung asa mitra usaha
Untuk
mengatasi hal tersebut, maka mitra usaha dengan spontan membentuk KOMITE 18
yang kemudian berkembang menjadi KOMITE 53. Komite ini terbentuk tanpa ada
intimidasi pihak manapun, dibentuk dari, oleh dan untuk mitra usaha,
dengan tujuan bersama-sama memahami permasalahan usaha yang dihadapi KCKGP dan
secara terbuka serta itikad baik untuk bersama-sama mencari solusi terbaik bagi
KCKGP. Lebih jauh lagi, keberadaan komite pun bertujuan untuk menggali dan
menyamakan aspirasi dan menggalang resources untuk memperjuangkan nasib dan hak-hak seluruh mitra usaha tanpa terkecuali.
Akibatnya Bos
perusahaan Cipaganti Andianto Setiabudi divonis majelis hakim Pengadilan Negeri
(PN) Bandung 18 tahun penjara. Adapun tiga pimpinan lainnya Julia Sri Redjeki
divonis 8 tahun, Yulianda Tjendrawati 6 tahun, dan Cece Kadarisman 10 tahun
penjara.
Selain vonis penjara,
pimpinan yang beken dengan perusahaan travel itu juga diharuskan membayar denda
masing-masing, Andianto Rp 150 miliar atau subsider dua tahun kurungan penjara,
Julia Rp 15 miliar (satu tahun), Yulianda Rp 10 miliar (enam bulan), dan Cece
Rp 15 miliar (satu tahun).
III.
Analisis
Kasus
3.1 Koperasi
tidak mencantumkan dengan jelas berapa dana yang dibutuhkan untuk ekspansi, dan
mereka terus menerima dana dari masyarakat (tentu beserta beban bunga yang
semakin berat), dan karena Koperasi tidak mampu memutar modal yang berlebihan
tersebut di bisnis yang hasilnya bisa lebih tinggi dari beban bunga ke
Investor, maka akhirnya penghimpunan modal yang berlebihan ini menjadi Skema
Ponzi (gali lobang, tutup lobang yang akhirnya gagal bayar).
3.2 Koperasi
tidak mencantumkan dengan jelas kapan modal dari investor akan dikembalikan,
yang ada investor yang menentukan berapa lama modal disimpan. Bahkan jika
Investor ingin melanjutkan, maka Koperasi dengan senang hati akan menerima dana
investor tersebut.
3.3 Karena
Koperasi menerima modal yang sangat berlebihan, maka Manajemen harus segera
mencari bisnis lain yang bisa memberikan tingkat pengembalian modal yang lebih
tinggi dari bunga yang dibebankan oleh investor. Maka Manajemen dengan sembrono
masuk ke dalam bisnis batubara, dan penyewaan alat berat/heavy equipment
yang bukan merupakan keahlian/kompetensi dari Manajemen Cipaganti Group (Cipaganti
Group memiliki kompetensi di bidang bisnis transportasi) yang hasilnya bukan
untung malah buntung/rugi dan mengakibatkan Koperasi Cipaganti mengalami gagal
bayar.
3.4 Belum dari
aspek legalitasnya, tidak jelas apakah Koperasi Cipaganti memiliki ijin untuk
menghimpun dana masyarakat dari Regulator yang berwewenang memberikan ijin.
3.5 Belum lagi
keanehan, kenapa Cipaganti Group tidak meminjam uang saja kepada perbankan dari
pada menghimpun dana masyarakat dengan beban bunga yang lebih berat daripada
bunga dari perbankan.
IV.
Langkah
untuk mitigasi risiko investasi mitigasi
4.1 Ketika satu
koperasi tidak pernah menyelenggarakan RAT setiap tahun, maka waspadailah!
Tetapi koperasi juga bisa gulung tikar gara-gara anggota yang tidak rajin
membayar angsuran.
4.2 Meningkatkan pengawasan perizinan
semua lembaga yang menghimpun dana masyarakat.
4.3 Sosialisasi
dan edukasi publik.
V.
Kesimpulan
Dalam kasus
ini kita dapat menyimpulkan bahwa sebelum berinvestasi haruslah menyelidiki
apakah perusahaan yang akan kita percayakan untuk mengelola uang kita sudah
terdaftar atau belum. Dan sebagai investor yang baik sebaiknya kita jangan
percaya sepenuhnya kepada pengelola uang, kita tetap harus mengontrol jalan
uang yang kita investasikan. Bila terdapat kejanggalan, misalnya pihak perusahaan
tidak menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan haruslah kita meminta klarifikasi
kepada perusahaan.
VI.
Referensi
Anggraini Lestari. Blogspot (2014). Analisis Kasus
Koperasi Cipaganti.
Kumpul Bakul. Google
(2016). Belajar dari Kasus Koperasi Cipaganti.
N Anidah. Blogspot
(2015). Contoh Kasus Permasalahan.
Pinarta, Wordpress
(2014). Analisa Kasus Gagal Bayar Koperasi Cipaganti.
(https://pinarta.wordpress.com/2014/08/26/analisa-kasus-gagal-bayar-koperasi-cipaganti-citra-graha/)
No comments:
Post a Comment